Begini Cara Singapura Atasi Radikalisme

Anil Kumar Nayar memberikan sambutan saat acara di Indonesia
Imam yang berkotbah di sebuah masjid dengan tema radikal dan provokasi terhadap Yahudi dan Kristen akan dipulangkan ke India.

Kementerian Dalam Negeri Singapura (MHA), menyatakan nol toleransi untuk pidato yang radikal, memecah belah bangsa dan perilaku permusuhan di antara beda agama.

Imam Nalla Mohamed Abdul Jameel Abdul Malik, 46, seorang warga India, didakwa telah melakukan perbuatan merugikan terhadap pemeliharaan kerukunan antar kelompok agama yang berbeda. Dia mengaku bersalah dan didenda 4.000 dollar singapura atau sekitar 38 juta rupiah.

Nalla menjabat kepala Imam di Masjid Jamae Chulia selama tujuh tahun. Waktu shalat Jumat pada tanggal 6 Januari tahun ini, ia mengucapkan kalimat: “Bantulah kami melawan Yahudi dan Kristen”

MHA mengatakan agak berat menindak Nalla sebab selama ini ia telah memenuhi kebutuhan jemaatnya, mengulurkan tangan untuk agama lain, dan tidak pernah melakukan tindakan yang berbahaya.

“Namun demikian, ia melakukan kesalahan dan dia mengakui hal itu,” tambah kementerian itu. “Mengingat sifat pelanggaran tersebut, tindakan harus diambil.”

Dalam sebuah posting Facebook pada Jumat malam, Menteri yang bertanggung jawab Yaacob Ibrahim mengatakan bahwa “kata-kata yang menyebabkan ketidakpercayaan dan ketakutan di antara berbagai komunitas tidak memiliki tempat di Singapura sebab secara sensitif dapat merusak kohesi sosial Republik. Demikian pula, kasus seperti ini harus selalu diarahkan kepada pihak yang berwenang dan berwajib ketika mereka muncul.”

Nalla telah mengambil tanggung jawab atas komentarnya, yang katanya ditambahkan sendiri dan bukan dari Quran. Dia juga telah meminta maaf kepada para pemimpin agama di Singapura, dan mengunjungi Aboth Synagogue Maghain pada hari Minggu untuk menyampaikan permintaan maaf kepada Rabbi Mordechai Abergel dari komunitas Yahudi.

Kementerian itu menekankan bahwa pemerintah akan mengambil tindakan yang sama terhadap pemimpin agama manapun yang melakukan pelanggaran serupa.

Ia menambahkan: “Peristiwa di luar negeri telah menyoroti bagaimana kemarahan dan kebencian di antara kelompok agama yang berbeda dapat menyebabkan gesekan sosial dan kekerasan.

Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk bertindak cepat dan tegas untuk menolak pidato memecah belah. Bahkan dalam keadaan tekanan dan sulitpun tindakan itu harus tetap dijalankan.

Dalam pernyataan terpisah, Dewan Agama Islam Singapura (MUIS) mengatakan pernyataan Nalla ini tidak memiliki tempat di Singapura di mana semua masyarakat hidup dalam damai dan harmoni.

MUIS menambahkan: “Hukum kita melindungi semua warga negara, dan memastikan bahwa semua komunitas agama dapat hidup dalam iman mereka dengan damai. Oleh karena itu, hukum kita harus diterapkan secara adil dan tidak memihak, terlepas dari ras atau agama tertentu.”

“Dua orang sedang diselidiki oleh polisi sehubungan dengan kasus imam ini dan telah dikeluarkan peringatan keras atas tindakan mereka.” kata MHA.

Terence Kenneth John Nunis, lebih memilih membuat video online tentang kotbah imam ketika ia harusnya melaporkan ke polisi. Jaksa penuntut umum menilai bahwa ia telah melanggar hukum, dan bisa dituntut di bawah Bagian 298A (b) KUHP karena melakukan perbuatan merugikan pemeliharaan kerukunan antar kelompok agama yang berbeda.

Namun, sepertinya Nunis bukan pelaku utama, maka ia mendapat peringatan keras sebagai pengganti penuntutan. Nunis telah meminta maaf atas tindakannya dan berjanji untuk tidak mengulanginya,” kata MHA.

Dalam surat permintaan maafnya, Nunis menulis: “Saya tanpa syarat meminta maaf atas kelakuan saya kepada semua warga Singapura. Saya sangat menyesal terhadap tindakan saya, dan berjanji untuk tidak mengulangi perilaku saya. Saya sadar dan menerima bahwa perbuatan saya dapat membuat situasi lebih buruk.”

“Seperti yang kita lihat dari kejadian ini, penggunaan sensasional dan tidak bertanggung jawab dari media sosial akan menabur perselisihan di dalam masyarakat, maka peringatan dikeluarkan untuk individu adalah pengingat yang kuat pada apa yang Muis selalu tekankan bahwa penggunaan media sosial harus ramah dengan kebijaksanaan dan adab (etika dan kesopanan).” Kata MUIS.

Akankah Indonesia juga akan menerapkan hal yang sama terhadap kelompok pemecah belah  bangsa dan kelompok-kelompok radikal?

No comments