Dipastikan Akan Ada Teror Lagi Jika Anies Kalah di Pilkada DKI 2017

Akankah ada ancaman kembali jika Anies kalah di PILKADA DKI ?
Pemerintahan yang membuka ruang demokrasi demikian lebarnya mengapa dikhianati dengan maraknya aksi teror,  gerakan radikalisme dan ormas Islam intoleransi hanya untuk kepentingan kemenangan Pilkada DKI.

Saat tersumbatnya aspirasi dan suara-suara rakyat untuk menyuarakan pendapat dan sikap politiknya akan membuat gejolak dan “letupan-letupan” pemberontakan disana sini, hal ini teringat saat pemerintahan Soeharto dan diredam dengan tangan besi nya.

Sejarah kepemimpinan yang dilewati oleh Indonesia bisa dibilang bahwa pemerintahan Jokowi adalah salah satu yang membuka ruang demokrasi begitu “indahnya”. Pengingkaran terhadap konsep demokrasi dan kebebasan dengan ditandai oleh maraknya aksi teror lebih terkesan “permainan” kotor oleh politikus rakus kekuasan semata.

Gencarnya teror di Pilkada DKi yang dimainkan oleh kontestan yang didukung oleh partai Islam garis radikal Intoleransi mencoba mengambil peluang dengan berbagai agenda “tunggangan” memanfaatkan Pilkada dengan agenda menggeser ideology dengan  Jakarta bersyariah dan mimpi-mimpi kekhalifaan model Timur Tengah,

Anies sebagai kontestan Pilkada DKI seakan berperan sebagai media yang melancarkan manuver politikus yang berhasrat melakukan “pemberontakan” akal sehat yang ada di masyarakat. Aksi damai yang menghasilkan penangkapan tokoh-tokoh Makar 212 dan yang terbaru adalah aksi 313 bersamaan dengan penangkapan Sekjen Forum Umat Islam (FUI) sekaligus koordinator demo 313, Muhammad Al Khaththath ditangkap polisi dengan tudingan pemufakatan makar. Dia ditahan bersama empat aktivis lainnya pada Jumat 31 Maret 2017 dini hari.

Dengan kabar yang tersebar direncanakan akan menabrakan mobil dan menerobos pagar DPR dengan dana “revolusi” sebesar 3 milyar. Aksi teror Pilkada DKI ini sudah ekstrim “dungunya” dengan menyebarkan aksi-aksi teror menyebarkan berita dan aksi psywar bertujuan menakut-nakuti dari penolakan jenasah yang jelas bertentangan dengan hukum Islam, dimana mensholatkan dan menguburkan jenasah adalah kewajiban bagi yang hidup hingga tamasya Almaidah dengan menghadiri “Jawara” dalam agenda tersebut. Berita terbaru yang tersebar adalah dengan ancaman “pemberontakan” yang akan dilakukan usai Pilkada DKI.

Kesengajaan menyebarkan ancaman makar dan “pemberontakan” digulirkan bagian dari psywar (perang urat saraf) yang dilakukan oleh lawan-lawan politik Ahok agar terciptanya kondisi menakutkan dan menyeramkan jika Ahok memenangkan Pilkada DKI dan menjadi gubernur. Langkah politik yang vulgar dan sangat mudah “ditonton” maksudnya, dibelahan bumi mana yang terjadi nya revolusi hanya karena terselenggara aksi-aksi partisan yang lahir dari sebuah langkah memenangkan “jagoan” nya agar mendapatkan kekuasaan tersebut, yang ada aksi-aksi tersebut akan “disapu” oleh aparat hukum, dan bersih dalam waktu sekejap.

Ide-ide dari konsultan politik  mana yang melakukan “permainan” politik “dungu” semacam ini, apakah berasal dari ide si “E*P” konsultan politik salah satu paslon (diduga) yang mempunyai pemikiran dangkal dengan melakukan politisasi Mesjid sebagai sarana arena bermain politik dan melakukan mobilisasi masa dan mengesampingkan etika poltik sehat dengan argumentasi yang penting menang dalam kontestasi.

Saat aksi “pemberontakan” dibangun dengan mobilisasi massa atas dasar kepatuhan “buta” terhadap sosok ketokohan ditengah mayarakat DKI yang sangat cerdas politik dengan tingkat tingginya masyarakat terdidik dengan menghembuskan  akan adanya “pemberontakan” seusai pagelaran Pilkada DKI. Ketika diciptakan “kemarahan semu” yang dibangun atas dasar kebencian terhadap seseorang sementara pemerintah tengah membangun tegaknya supremasi hukum, kata “pemberontakan” berharap terciptanya gelombang besar perlawanan “massa bayaran” akan menjadi tontonan yang ironis.

    Polisi Duga Al-Khaththath Berencana Makar Usai Pilgub DKI

    “Kita sudah dalami ya, kemudian juga bahwa untuk melakukan revolusi ini itu nanti akan diselenggarakan setelah tanggal 19 April. Setelah pencoblosan, nanti akan baru dilaksanakan, itu sudah direncanakan di situ, terkait dengan pertemuan-pertemuan itu,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (3/4/2017).

Politikus-“tikus” rakus kekuasaan yang melakukan dagelan dengan membawa-bawa kata “revolusi” untuk menakut-nakuti pemilih Ahok, seakan bernada ancaman akan terjadi “Revolusi” oleh ormas radikal intoleran, teriakkan lantang dari ‘segerombolan” orang “lapar” tidak perlu berhadapan dengan aparat keamanan untuk meredam hal ini,  seperti “bocah” yang menuntut dibelikan permen, dan tidak diberikan lalu cukup “dibentak” dan akan nangis lalu guling-guling sendirian ditanah, tanpa berpengaruh apa-apa yang ada hanya akan mempermalukan diri sendiri dan berakhir dengan bentakan….sudah sudah ….mandi sana..biar bersih !

Saat intimidasi dan teror menjadi kawan baik berhadapan dengan penegakkan supremasi hukum dan tingginya kesadaran masyarakat terhadap penolakan isu SARA akan menjadi tontonan yang berdurasi pendek, singkat dan tak berkesan apa-apa lalu hilang disapu oleh water cannon polisi dan tidak perlu senjata lalu  sekejap bersih.

No comments