Pernyataan Anies Baswedan yang Memicu Kerusuhan

Anies Baswedan yang suka beretorika
Tamasya Berkeliling Almaidah yang rencananya akan melibatkan 1.3 juta orang, dengan target 100 orang per TPS merupakan ide mobilisasi massa dari pendukung Anies Baswedan Sandi. Sebelumnya ide atau gagasan ini sempat dinyatakan batal mengingat aparat penegak hukum melarang mobilisasi massa yang bisa menyebabkan kerusuhan. Namun dua hari lalu, sang pimpinan Ansuri ID Sambo menyatakan pengerahan massa dengan modus Tamasya Berkeliling almaidah akan tetap digelar.

Untuk merespon mobilisasi massa yang banyak tersebut, nantinya akan ada 1 Polri dan 1 TNI di setiap TPS untuk melakukan penjagaan. Serta memerintahkan kepada Kapolda di seluruh Jawa, Sumatera dan Lampung untuk mengeluarkan maklumat melarang orang pergi ke Jakarta untuk kepentingan Pilkada seperti Tamasya Berkeliling Almaidah.

Sepanjang sejarah demokrasi di Indonesia, baru kali ini ada sebuah perhelatan Pilkada dan hari pencoblosannya terancam rusuh karena ada warga dari luar daerah yang menempatkan seratus orang penjaga di tiap TPS. Luar biasa.

Secara teori psikologi, sebenarnya aksi ini muncul karena dua hal. Pertama, karena saking takutnya dicurangi. Kedua, karena takut dan tidak siap untuk kalah. Jika alasan takut dicurangi, ini sebenarnya masih bisa diterima. Karena setiap kita tidak mau dicurangi. Namun alasan tersebut bisa melebar ke alasan tidak percaya pada KPU dan perangkat Pilkada.

Tapi yang membuat kita merasa prihatin adalah sikap tidak siap kalah. Kita tau aksi dukung Anies Baswedan dengan modus Tamasya Berkeliling almaidah sebenarnya sempat batal karena saking yakinnya mereka akan menang. Jadi tanpa pengerahan massa pun, mereka pikir bisa menang. Namun belakangan, karena beberapa survey menunjukkan trend dukungan Anies Baswedan menurun, maka mereka kembali ingin melaksanakan Tamasya Berkeliling almaidah.

Sehingga Tamasya Berkeliling almaidah ini bisa jadi semacam intimidasi, menakut-nakuti warga agar tidak memilih Ahok. Sebab kalau Anies Baswedan kalah, mereka bisa melakukan sesuatu selayaknya orang kalah dalam kompetisi. Teriak-teriak, merusak atau bahkan membuat onar.

Hanya kecurangan yang bisa kalahkan Anies

Saya melihat memang ada yang salah dari komunikasi Anies Baswedan dalam orasi dan kalimat-kalimat debatnya. Anies Baswedan kerap menyinggung soal antisipasi kecurangan, jangan ada kecurangan dan bahasan tentang kecurangan-kecurangan lainnya. Bahkan dalam suatu kesempatan begitu provokatif mengatakan ini:

“Antisipasi kecurangan, yang bisa menghentikan kita hanya kecurangan. Jaga TPS hingga tutup, jangan ditinggalkan. Kawal terus, jangan izinkan orang-orang tak dikenal untuk membanjiri TPS,” kata Anies Baswedan dalam kampanye akbar di Stadion Soemantri Brodjonegoro, Kuningan, 29 Januari 2017.

Tipe komunikasi Anies Baswedan ini merupakan seruan politik yang disampaikan terus menerus, sampai pada akhirnya seseorang bisa berekspresi secara negatif jika tidak sesuai kenyataan. Jadi ketika besok lusa hasilnya menyatakan bahwa Ahok menang telak, maka secara otomatis para pendukung Anies Baswedan merasa mereka sudah dicurangi. Sebab apa? Sebab seruan politik dan doktrin yang terus menerus disampaikan sudah mengakar di kepala mereka. Perhatikan baik-baik pernyataan Anies, “yang bisa menghentikan kita hanya kecurangan.” Bahaya sekali doktrin seperti itu.

Anies Baswedan dan Habib Rizieq satu suara

Kalau kita mendengar Habib Rizieq dan Anies Baswedan satu suara dalam pernyataan terkait politik serta Pilkada DKI, sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Biasa saja. Toh mereka memang satu kelompok. Tapi menjadi tidak biasa ketika intimidasi serta provokasinya juga sama.

Kita bisa sedikit tutup telinga ketika Habib Rizieq berorasi bunuh dan gantung Ahok. Kita bisa sedikit pura-pura tidak mendengar ketika Habib Rizieq mengatakan istana dajjal, iblis, setan dan biadab. Kita bisa sedikit memaklumi ketika Habib Rizieq mengancam revolusi. Sebab apa? Sebab begitulah Rizieq. Semua caci maki, hinaan serta ancaman yang sangat tidak manusiawi, pernah dilontarkannya. Tidak perlu heran.

Tapi kita merasa miris karena kemudian Anies Baswedan dan Habib Rizieq satu suara soal doktrin “hanya kecurangan yang bisa mengalahkan kita.” Beberapa waktu lalu muncul video Habib Rizieq yang memprovokasi warga Surabaya dengan kalimat yang sama. Bahkan mengklaim bisa menang 80 persen.

“Calon Gubernur muslim kalau tidak dicurangi akan menang 80 persen di Jakarta. Calon Gubernur muslim di Jakarta saat ini tidak bisa dikalahkan kecuali dengan kecurangan saudara,” kata Rizieq.

Habib Rizieq juga mengatakan untuk mensukseskan hal tersebut, akan mengajak laskar, jawara dan orang Madura untuk menjaga Jakarta. Dan seperti biasa, setiap orasi provokatifnya diakhiri dengan pertanyaan menggebu “siap jaga Jakarta? Siap jaga Jakarta? Takbeer!!”

“Kalau kita diumumkan menang dalam quick count, dalam waktu tiga jam kemudian tiba-tiba preman mereka, mafia mereka menyerbu kantor kecamatan atau kantor kelurahan untuk membakar barang bukti kemenangan calon kita, kita akan hadapi mereka! kalau gitu tolong, anda bisa datang silahkan datang yang punya nyali. Yang nggak punya nyali jangan. Dan kalau mau datang tulis wasiat buat keluarga,” lanjut Rizieq.

Seruan politik, dibalik daster putih dan modus ceramah agama yang dilakukan Habib Rizieq begitu mengerikan. Dan yang membuat kita miris adalah, kita tidak bisa secara penuh menyalahkan Rizieq. Sebab Anies Baswedan pernah mengatakan hal yang sama persis dengan itu, hanya kecurangan yang bisa mengalahkan Anies Baswedan Sandi. Jadi kita tidak bisa menilai Habib Rizieq sebagai seorang provokator yang pernah mengancam untuk membunuh Ahok.

Baca Juga Semua Berita Tentang Anies Baswedan

Kita melihat seorang Habib Rizieq dan Anies Baswedan adalah dua orang yang memiliki pemikiran sama, bahwa mereka tidak bisa dikalahkan. Pernyataan ini begitu provokatif, sehingga bisa menimbulkan kerusuhan atas ekspresi ketidak puasan para pandukungnya jika nantinya mereka kalah.

Bagaimanapun kita tidak menginginkan adanya kerusuhan hanya gara-gara Pilkada. Kita ingin damai dan menjalaninya dengan biasa saja. Pilkada DKI ini hanya sebatas memilih Gubernur. Tidak perlu ada seruan jihad atau siap mati, sampai harus bikin surat wasiat.

Tidak perlu ada warga luar daerah yang datang ke Jakarta untuk melakukan pengamanan, sebab kita sudah punya KPU, Bawaslu, Polri dan TNI. Akan tetapi, jika nantinya memang ada kerusuhan, bahkan ada yang mati karena mendukung Anies, atau ada yang ingin mati syahid untuk mendukung Anies, maka kita semua harus mengingat ajakan serta seruan Habib Rizieq yang mengajak orang ke Jakarta dan menulis wasiat untuk keluarga.

Terakhir, semua kita tidak perlu takut dengan ancaman-ancaman mengerikan dari kubu Anies Baswedan Sandi. Tidak perlu takut dengan ancaman jenazah tidak dimandikan dan dishalatkan. Tidak perlu takut dengan akan masuk neraka jika pilih Ahok, toh surga itu milik Allah, bukan milik Anies Baswedan atau FPI. Tidak perlu takut dengan seruan akan ada kelompok bernyali siap mati, sebab kita punya Polri dan TNI yang siap menjaga dan tak akan pernah gentar melawan perusuh serta teroris. Dan semoga dengan keberanian tersebut, pada akhirnya Ahok bisa menang mutlak.

No comments