Soal Tamasya Al-Maidah di Kota Jakarta

Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno
Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno
Di saat Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan melarang kegiatan mobilisasi massa ke TPS, Sandiaga Uno yang merupakan wagub rival Pak Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok berbicara dan mengomentari muter-muter mengenai larangan tersebut.

“Kami berkomitmen menghadirkan pemilu yang jujur, adil, dan demokratis yang memepersatukan. Pemilu yang sejuk. Ya satu setengah hari ke depan kita hadirkan etalase demokrasi yang sangat dewasa bagi Indonesia,”

“Apapun yang menjadi kegiatan di bawah di warga selama masih dalam koridor hukum, tentunya harus kita yakinkan mereka terus membangun persatuan dan kesatuan. Kita berkomitmen menghadirkan demokrasi yang sejuk,” lanjutnya.

Dari pernyataan Sandiaga Uno tersebut sudah sangat jelas, tidak ada ketegasan untuk menyatakan bahwa dia menolak aksi mobilisasi massa tersebut.

Bukan rahasia lagi, kegiatan berkeliling tamasya Al-Maidah sendiri akan menguntungkan Anies-Sandi, jadi tidak mungkin dia menyatakan dengan tegas, bahwa dia tidak setuju dengan mobilisasi massa yang berpotensi memberikan tekanan dan intimidasi para pemilih.

Profil Sandiaga Uno dari Wikipedia
Profil Sandiaga Uno dari Wikipedia
Jika Sandiaga Uno malu-malu kucing menanggapi berkeliling tamasya Al-Maidah, lain halnya dengan Amien Rais. Mantan Ketua Umum PAN tersebut dengan gamblang menyatakan dukungannya terhadap berkeliling tamasya Al-maidah.

“Jadi mengapa saya ikut berkeliling tamasya Al-Maidah ini? berkeliling tamasya ini sekadar mengingatkan apa-apa. Kita tidak membawa celurit, tidak membawa pisau dapur, dan tidak membawa apa-apa, kenapa kita harus dicurigai?” Kata Amien Rais yang dilansir portal online nomor satu, detik.com.

Dia lupa, untuk membuat rusuh, tidak perlu membawa clurit dan pisau dapur. Jika dia melihat berbagai video ormas radikal yang suka rusuh saat demo, tentu dia tidak akan berbicara dan mengomentari seperti itu. Para ormas radikal tersebut cukup menggunakan batu untuk melempar, atau kayu yang ada di sekitar untuk memukul.

Amien Rais juga menganggap peserta berkeliling tamasya Al-Maidah sebagai orang yang waras. Dan telah kita ketahui bersama bahwa para peserta berkeliling tamasya adalah orang-orang di luar warga DKI.

“Cuma, kita mengeluh kepada Tuhan Yang Maha Esa, ya Allah, berikanlah kebenaran, insyaallah dengan pertolongan-Mu berbagai macam rekayasa, rekayasa, ancaman, tidak akan mempan buat sebagian besar rakyat Indonesia yang berpikir waras,” Katanya, yang dilansir dalam detik.com.

Mantan Ketua Umum PAN, Amien Rais
Mantan Ketua Umum PAN, Amien Rais
Tidak berhenti disitu saja, Amien Rais juga terkesan memprovokasi dengan menyatakan “Saya ingin kita menangis kepada Allah, kita mau bermunajat lagi, zikir, istigfar, nanti Allah berikan kekuatan atau kemampuan di luar kemampuan manusia,”.

Mungkin untuk para saksi sejarah reformasi, sudah tidak asing lagi dengan aksi Amien Rais. Dulu saat dia menjabat sebagai ketua MPR, dia begitu menggebu-gebu mendukung Soeharto menjadi presiden kembali.

Saat reformasi, dia juga menggebu-gebu meneriakan reformasi. Tetapi sialnya, dia kehilangan pamor dan tersingkir setelah reformasi. Jadi, entah apa yang dipikirkannya saat ini, kita juga tidak tahu, jika kita menengok kepada pengalaman sejarah.

Tanggapan-tanggapan tersebut dikeluarkan mereka terkait maklumat bersama yang diteken pada 17 April 2017 oleh Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan, Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta Sumarno, dan Ketua Bawaslu DKI Jakarta Mimah Susanti.

Maklumat tersebut bernomor MAK/01/IV/2017, Nomor: 345/KPU-Prov-010/IV/2017, dan Nomor 405/KJK/HM.00.00/IV/2017.

Beginilah kutipan maklumat tersebut :

Bahwa berdasarkan perkembangan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat di Jakarta dan demi menciptakan situasi yang aman dan kondusif menjelang, saat dan pasca tahap pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, maka disampaikan MAKLUMAT kepada masyarakat sebagai berikut:

1. Setiap orang dilarang melaksanakan mobilisasi massa yang dapat mengintimidasi secara fisik dan psikologis dalam bentuk kegiatan apapun yaitu yang akan datang ke TPS di Jakarta bukan untuk menggunakan hak pilihnya, karena dapat membuat situasi kamtibmas di Jakarta kurang kondusif dan masyarakat dapat merasa terintimidasi baik secara fisik maupun psikologisnya, sedangkan sudah ada penyelenggara Pemilukada yaitu KPU Provinsi DKI Jakarta dan Pengawas Pemilukada yang berwenang yaitu Bawaslu DKI Jakarta dan jajarannya.

2. Bila ada sekelompok orang dari luar Jakarta yang akan melaksanakan kegiatan tersebut, maka Polri, TNI dan instansi terkait akan melaksanakan pencegahan dan pemeriksaan di jalan dan akan diminta untuk kembali, dan bila sudah berada di Jakarta akan dikembalikan ke daerahnya masing-masing.

3. Bila sekelompok orang tersebut tetap memaksa datang ke Jakarta dan melanggar hukum, maka akan diproses dan dikenakan sanksi sesuai prosedur hukum.

No comments