Habieb Rizieq Tidak Punya Kesalahan Apapun dan Hanya Korban?

Habib Rizieq Sudah Mulai menggila dengan elakan yang tak masuk akal
Habib Rizieq Sudah Mulai menggila dengan elakan yang tak masuk akal
BERITA VIRAL - Pelaporan tuduhan penistaan agama kepada Habieb Rizieq telah membawa kita kepada sebuah babak baru. Pelaporan Ahok terhadap tuduhan yang sama berbuah kepada pelaporan yang lain. Tuduhan berbalas tuduhan, laporan berbalas laporan. Mungkin kita hanya menunggu waktu untuk menanti laporan-laporan yang lain. Inilah yang saya khawatirkan.

Para penegak hukum kita akan direpotkan oleh urusan lapor-melapor semacam ini. Oleh karena itulah saya menurunkan tulisan ini, untuk membela Habieb Rizieq, dan membebaskan Ahok.

Ujaran yang diucapkan oleh Habieb Rizieq sama sekali bukan hal baru. Saya sudah mendengar dan membacanya sejak saya masih kecil. Ujaran semacam itu tercetak tak terhingga banyaknya di buku-buku, diceramahkan baik di tempat ibadah dan mungkin juga di tempat umum, diajarkan di pelajaran-pelajaran sekolah, dan mungkin juga sering kita dengar di debat warung kopi.

Simak Berita Lengkap Habib Rizieq Lainnya disini

Selama ini belum pernah ada tuduhan penistaan agama untuk ujaran semacam ini. Apakah semua penulis dan penerbit buku dan juga pengkhotbah akan kita laporkan juga?

Kasus Ahok memang semacam membuka kotak pandora. Sebelumnya pasal penistaan agama lebih sering dikenakan pada penistaan simbol-simbol agama, seperti kitab suci, tempat suci, atau simbol yang disakralkan. Kasus Ahok membawa kasus penistaan agama pada interpretasi ayat. Ini adalah perkara yang pelik. Bagaimana mungkin di pengadilan nanti jika ayat diadu ayat. Pengadilan yang mulia bukanlah tempat untuk mencari kebenaran ayat.

Lembaga agama saya pikir sudah menyediakan ruang untuk itu. Pengadilan adalah tempat untuk mencari kebenaran menurut hukum. Saya tidak membayangkan jika nanti di kasus Habieb Rizieq atau Ahok, dipanggil para ahli agama yang masing-masing memberikan interpretasi yang berbeda terhadap satu ayat. Bagaimana pula sang hakim menentukan mana interpretasi yang paling benar.

Jangan pula hakim menentukan mana yang paling benar dari suara terbanyak atau suara yang paling kencang, karena itu adalah lonceng kematian bagi demokrasi yang berdasarkan hikmat kebijaksanaan, sesuai sila ke-4. Ingat, demokrasi kita adalah demokrasi sila ke-4 Pancasila, bukan demokrasi suara terbanyak!

Oleh karena itulah saya mengusulkan untuk menghapuskan pasal penistaan agama. Mungkin ini sulit untuk diwujudkan, mengingat uji pasal ini di MK telah gugur (dan kita semua menuai hasilnya sekarang). Gunakan pasal ujaran kebencian (hate speech), bukan pasal penistaan.

Selama Habieb Rizieq tidak berteriak bunuh dan bakar, apa pun interpretasi dia tentang Yesus atau Tuhan agama mana pun adalah haknya dan harus dihormati. Mengenai apa yang ia lakukan itu terpuji atau tidak adalah persoalan lain, ibarat kita memperdebatkan makan durian di hadapan orang yang tidak suka durian terpuji atau tidak.

Bila Habieb Rizieq digugurkan tuntutannya, otomatis tuntutan terhadap Ahok juga kehilangan legitimasinya. Yang mereka berdua lakukan masih berada dalam koridor kebebasan berpendapat. Sekali lagi, selama mereka tidak menghasut, berteriak bunuh dan bakar, itu masih oke-oke saja.

Lagi pula bukankah semua agama baru hampir pasti “menista” agama sebelumnya. Agama Baha’i “menista” agama Islam karena mengatakan bahwa agama mereka percaya akan siklus kenabian baru, meneruskan siklus yang diakhiri oleh Nabi Muhammad. Gerakan Protestanisme juga “menista” Gereja Latin Ritus Roma dengan menyangkal beberapa dogma gereja.

Agama Mormon juga “menista” agama Kristen dengan mengatakan bahwa telah turun ajaran baru lewat pendiri mereka Joseph Smith untuk membaharui ajaran Kristen lama. Agama Sikh juga “menista” Islam dan Hindu sekaligus dengan menggabungkan keduanya. Apakah semua agama mau dituntut pasal penistaan agama? Sungguh mustahil membayangkan sebuah kerangka hukum seperti demikian.

Oleh karena itu, hentikanlah pertikaian yang mustahil ini. Mari kita usung kembali penghapusan pasal penistaan agama, karena pasal ini tidak akan membawa bangsa kita ke arah yang lebih baik. Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik PBB telah menetapkan bahwa pasal penistaan agama bertentangan dengan hak-hak sipil.

Indonesia sebagai salah satu penandatangan seharusnya menepatinya. Sayang Indonesia masih memberlakukan pasal ini sampai sekarang. Keberadaan pasal ini hanya akan memperlebar jurang perbedaan di antara kita. Mari kita selesaikan perbedaan secara beradab dan rasional dengan dialog. Tuntut menuntut hanya akan menghabiskan energi bangsa ini. Saya tahu ini sukar, tapi tidak ada salahnya berharap, bukan?

No comments